Sunday, February 14, 2021

Budaya Ngopi Masyarakat Pontianak

(© Instagram @feelingcoffee.pnk)

Sebuah Feature,

Tawa, canda serta ceria terlihat di sudut Kota Pontianak. Tak pandang umur. Muda-mudi, paruh baya hingga budak-budak duduk di meja panjang melepaskan penat. Mereka terlihat bertukar cerita, bersanda gurau serta melampiaskan asmara. Pemandangan yang damai di Ibu Kota Kalimantan Barat, Pontianak.

Pagi itu, jam menunjukan pukul 7. Warung-warung kopi terlihat merapikan meja serta kursi, menunggu tamu datang. Biasanya, para pekerja masuk pukul 8, tetapi ‘absen’ dulu di warung kopi pukul 7. Mereka menantikan racikan kopi yang mengubah hari mereka. Setelah menyeduh kopi yang hangat, mereka mulai membicarakan hal yang genting. Politik, ekonomi, sosial hingga budaya terdengar di meja 2x2. Serunya, warung kopi di Pontianak.

Pukul 10, matahari mulai terik menyinari kota Khatulistiwa. Waktu yang tepat untuk muda-mudi tiba. Datang bergelombol hingga lima. Duduk ditengah pusat perhatian, dengan kopi susu bersama mereka. Meja 2x2 terlihat sengit. Cakap skripsi, kuliah, guru yang digemari hingga keunikan teman sejawat. Lucunya mereka tertawa hingga lupa jam, hingga adzan terdengar berkumandang. Mereka lalu bubar.

Pukul 13, biasanya para pecinta game datang. Dengan menenteng smartphone disaku celana serta penyuara jemala disaku baju mereka. Meminta kabel panjang kepada pelayan, untuk mempertahankan daya smartphone, dikala betarung digital. Meja 2x2 kembali terlihat tegang, dikala berhadapan dengan musuh tertinggal dua. Sayangnya mereka kalah, es kopi pun dihabiskan. Tak ada yang marah, semua terlihat damai, Pontianak kita. 

Pukul 15 Setelah adzan, Muslim sudah menunaikan sholat, Nasrani pulang ibadah dari gereja, Budha-Khonghucu sudah menyembah dan Hindu selesai memuja. Mereka mencari racikan kopi yang tepat, menikmati senja di Pontianak. Semua terpelihara, harmoninya Pontianak, semua terjaga. 

“Es kopi susu tiga atas nama Zaki,” ucap Suci sambil memanggil pembeli. Suci merupakan peracik kopi yang handal milik Feeling kopi. Biji robusta dicampur dengan arabica. Digiling dalam wadah, dihancurkan hingga timbul bubuk. Dituangkan bubuk kedalam gelas, ditambahnya air hangat dan 120ml susu cair. Lalu dihidangkan. Primadona para pembeli. 100 gelas ludes pada akhir pekan.

Ketika malam tiba, semua harmoni kembali berkumpul. Paruh baya, muda-mudi, keluarga serta kerabut jauh turut tiba di meja 2x2. Semua bercampur, tak ada penggolongan ketika malam. Sebuah gaya hidup yang nyaman, tak dimiliki disemua kota. Hanya satu, Pontianak tercinta. (Iriansyah)