Sunday, July 16, 2017

Secangkir rasa kalah

Hujan deras di subuh hari
Menghalangi cahaya matahari yang membutakan pagi
Dinginnya, menusuk tulang memasuki rongga nafas hingga meredam hasrat
Tak ada lalu lalang para wargakota termasuk kicauan mereka

Tidak ada teh hangat ataupun semangkuk sup
Hanya ada kopi hitam sepeninggalan dini hari
Kopi itu, terlalu mengerti perasaanku malam tadi
Pahitnya masih terasa hingga subuh ini

Ya, aku bercerita pada kopi itu
Tentang rasa kalah pada diriku
Kalah yang membuatku terdiam sejauh ini
Apakah ini akhir dari semua cerita kita ini

Pukul 6 pagi
Makin terasa amukan sang langit
Angin kencang menerpa kaca kaca untuk membangunkan setiap jiwa
Jiwaku sudah terbangun, tapi tidak dengan hatiku

Rian, 26 September 2016



Wednesday, July 12, 2017

I miss you


Pagi ini, aroma kopi tercium segar
Pontianak terasa indah daripada Daerah Istimewa
Hujan deras dibalik awan hitam
Menyerang tanah dan semangat jiwa untuk menyantap sang kopi

Aku disini, semuanya terlihat beda
Bangunan milik belanda itu kini telah jatuh
Semua kini hanyalah bangunan mewah dan tinggi
Bangunan itu, sungguh klasik dan menyimpan rahasia
Kursi itu, dimana pernah ada kita
Kau tertawa lepas dan lupakan semua hal bodoh yang menyerang logikamu

Entah kenapa, Pontianak terasa begitu indah
Pontianak saat hujan begitu indah
Angin kesejukan menerjang dedaunan lalu melewati dada
Seperti kejutan dan denyutan jantung untuk berlari menghadapi sang hujan dan mengatakan
"Sial, kenapa tak aku katakan cinta saja waktu itu?"
Aku, aku tak berani. Aku pengecut yang ingin menang

Kopi hangat dan hujan deras
Akhir cerita itu kini berbeda
Tak bisa dipaksakan atau faktanya berbeda
Ya sudahlah, saya rindu anda

Rian, 12 Juli 2017.